KOTA MALANG (tribratanews.jatim.polri.go.id) – Kuasa hukum korban dugaan kekerasan seksual berinisial QAR resmi melaporkan oknum dokter RS Persada Hospital Malang, dr. AYP, ke Polresta Malang Kota, Jumat (18/4/2025) malam. Laporan tersebut dilayangkan karena dokter yang bersangkutan dinilai tidak menunjukkan itikad baik, termasuk permintaan maaf kepada korban.
Kuasa hukum korban, Satria M.A. Marwan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap manajemen RS Persada. Menurutnya, sikap manajemen dinilai arogan dan tidak bertanggung jawab, padahal telah menonaktifkan dr. AYP dari tugasnya.
“Kami melaporkan dr. AYP karena diduga melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap klien kami yang terjadi pada 2022. Beberapa bukti juga telah kami siapkan,” ujarnya.
Ia menambahkan, korban dan keluarganya mengalami tekanan psikologis akibat kasus yang kembali mencuat ke publik.
“Korban merasa syok dan gelisah karena ini pengalaman pertamanya melapor. Butuh keberanian besar setelah tiga tahun memendam,” tegasnya.
Menurut Satria, laporan ini diharapkan menjadi pembelajaran agar tidak ada lagi korban berikutnya. Pihaknya juga menyebut ada dugaan korban lain dengan pola serupa di RS Persada.
“Saya pikir, terlalu sombong jika tidak mau minta maaf. Kami menerima informasi ada kemungkinan empat korban lain dari dokter yang sama,” ungkapnya.
Satria juga menilai manajemen RS Persada tidak menunjukkan penyesalan.
“Penonaktifan dokter itu artinya mereka mengakui ada masalah. Tapi hingga kini tidak ada permintaan maaf resmi kepada korban,” jelasnya.
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, drh. H. Puguh Wiji Pamungkas, MM, menilai kasus ini sangat memprihatinkan. Ia menekankan pentingnya kode etik profesi bagi tenaga kesehatan.
“Dokter itu disumpah menjaga etik profesinya. Kalau ada pelanggaran seperti ini, jelas itu perbuatan oknum. Laporan ke polisi adalah langkah yang tepat,” katanya dilansir dari laman rri.co.id.
Puguh, yang juga pendiri RSU Wajak Husada, mengingatkan bahwa perlindungan pasien diatur dalam regulasi seperti UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Pasien berhak atas keamanan dan kenyamanan selama menerima layanan. Jika terjadi pelecehan, wajib dilaporkan agar ada penegakan hukum,” ujarnya.
Ia juga mendukung adanya tes kesehatan mental dan fisik rutin bagi tenaga medis sebagai upaya menjaga kualitas pelayanan publik. (*/mbah)